Para santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Huda Kota Gorontalo, bertajuk, “Literasi Media Digital Sebagai Strategi Peningkatan Kompetensi dan Kemampuan di Dalam konteks Pendidikan” Sabtu, (5/8/23).
Kegiatan tersebut menghadirkan tiga narasumber, yakni Founder PT. Rilis Platform Indonesia, Alfian Nangili, Dekan FUDIAIN Sultan Amai Gorontalo, Andreas Kango, Guru, Pemerhati dan Aktifis Pendidikan Digital, Nurlaila Maksud.
Alfian Nangili menjelaskan bahwa, pada tahun 2023 ini penggunaan internet di Indonesia telah mencapai 215, 63 juta orang, dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya mencapai 196, 71 juta orang.
Saat ini, kejahatan di dunia digital itu sangat banyak. Maka, untuk mengatasi hal itu, dibutuhkan kecakapan dalam berinteraksi pada dunia digital.
Alfian membeberkan bahwa, ada empat pilar yang harus dikuasi dalam beraktivitas di dunia digital.
Pertama, digital skill, yakni keterampilan dalam menyelesaikan sesuatu pekerjaan dengan menggunakan media digital, seperti pembuatan materi menggunakan, power point dan canva misalnya.
Kedua, digital Culture, yakni kita mulai mengadopsi aktivitas nyata ke dalam dunia digital
Ketiga, digital etik, bagaimana mengendalikan sikap dalam menggunakan media sosial. Misalnya soal penyebaran informasi yang hoax, atau ujaran kebencian.
Keempat adalah digital septi, ini menyangkut soal aset digital, menyangkut transaksi-transaksi yang terjadi secara digital, seperti pembelian online .
“Jadi sekarang ini banyak sekali aplikasi aplikasi yang bisa kita gunakan untuk menyelesaikan semua pekerjaan. Kalau media-media yang kita gunakan saat ini, justru digunakan dengan secara tidak bijak, maka yang kita dapatkan efek negatif dari teknologi,” ujarnya
Senada dengan itu, Andreas Kango menjelaskan bahwa, harus punya etika dalam beraktivitas di dunia digital, karena di dunia digital juga terjadi inetraksi dan hubungan sosial dengan orang lain.
Ia juga mengungkapkan penggunaan digital terlebih dalam dunia pendidikan harus memperhatikan etika yang baik.
Ia mencontohkan, siswa mendapatkan tugas dari guru, lalu tugas yang serupa dicari di internet, setelah itu di ganti nama dan sampulnya, itu kata dia mencirikan perilaku tidak beretika dalam menggunakan digital.
“Adik-adik sekalian, kalau yang punya tahu kita buat begitu karyanya, dia laporkan, kita bisa di hukum. Kenapa, karena kita telah melanggar etika dalam media digital, kita sudah mengambil hak karya orang lain, dan mengatasnamakan karya kita,” ungkapnya
Tidak hanya itu, Andreas pun menyentil penggunaan media-media sosial harus sopan dan beretika, tidak bisa membuat status-status yang menyinggung orang lain.
Ia membeberkan Tahun 2020, survei microsoft dari 52 ribu orang di 32 negara, ternyata kesimpulannya netizen di Indonesia itu paling tidak sopan, di Asia Pasifik.
“Jadi dalam dunia digital itu terdapat seperangkat aturan-aturan moral, harus etika di dalam bermedsos, itu harus kita pegang dan taati,” Pintanya
Sementara itu, Nurlaila Maksud mengungkapkan bahwa, penerapan literasi digital dan penguatan karakter baik siswa, sangat perlu dukungan literasi digital dalam keluarga dan masyarakat agar tercipta harmonisasi dan filter terhadap penyimpangan penggunaan media digital.
Menurutnya, Literasi digital bukan hanya sekedar kemahiran dalam memanfaatkan peranti lunak atau menjalankan peranti digital saja, akan tetapi literasi digital ialah melingkupi beragam jenis kemahiran kognitif, sosiologis, serta emosional yang bertautan, yang diperlukan pemakai agar dapat berperan secara tepat pada lingkungan digital.
“Gadget itu harusnya menambah ilmu pengetahuan kita, pengetahuan ilmiah, bukan malah ingin mengetahui aib-aib orang, semuanya harus bisa dikontrol oleh pikiran kita, apakah hal yang kita lakukan di media sosial itu baik atau tidak,” pintanya